Akhir-akhir ini media masa baik off line maupun online digemparkan dengan banyaknya berita tentang Organasisi Masyarakat Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR). Bermula dari banyaknya orang yang kehilangan anggota keluarganya tanpa ada sebab musabab. Terakhir adalah berita hilangnya dr. Rica dan anaknya yang meninggalkan keluarga tanpa pamit kepada suaminya, yang ternyata mengikuti aktifitas Gafatar.
Gafatar dalam melakukan kegiatan keorganisasian banyak pihak yang tidak mempermasalahkan karena kegiatannya dinilai seperti ormas lain, yakni mengadakan kegiatan sosial seperti donor darah, usaha pertanian, dan lain-lain yang memberikan manfaat bagi masyarakat. Namun ini semua hanya sebuah usaha mengemas Gafatar agar tampak tidak berbeda dengan organisasi lainnya, sehingga diterima dengan baik oleh masyarakat dan pemerintah. Hal ini terbukti dengan dijadikannya mantan ketua KPK sebagai penasehat/pelindung.
Usut punya usut ternyata dibalik kegiatan yang dilakukan oleh Gafatar berupa kegiatan sosial, Gafatar “Menyebarkan” ajaran aliran Millah Ibrahim. Saya sendiri tidak setuju dengan pemakaian ajaran millah ibrahim ini, karena istilah millah ibrahim kini mempunyai konotasi yang sesat.
Saya mencari tahu tentang sumber ajaran Gafatar ini, ternyata mereka menjadikan ternyata beraliran al-qiyadah al islamiyah, sebagai aliran kepercayaan yang melakukan sinkretisme ajaran dari Al-Qur’an, Al-Kitab Injil dan Yahudi, juga wahyu yang diakui turun kepada pemimpinnya. Aliran ini dipimpin oleh Ahmad Moshaddeq yang juga menyatakan diri sebagai nabi atau mesias.
Aliran ajaran al-qiyadah al islamiyah telah dinyatakan sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 4 Oktober 2007. Pada 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis Musaddeq 4 tahun penjara dipotong masa tahanan dengan tuduhan penodaan agama. Ajaran spiritual ini yang diajarkan oleh Gafatar, sehingga MUI kembali mengeluarkan fatwa tentang Gafatar Ormas yang sesat.
Mendengarkan wawancara Ahmad Moshaddeq dalam salah satu tayangan TV, saya merinding mendengarnya bahwa dia (Ahmad Moshaddeq) mendapat semacam wahyu untuk bisa menafsirkan dan mentakwilkan ayat-ayat Quran, padahal bisa saja hanya menggunakan “akal” yang sangat mempunyai keterbatasan, atau merupakan nafsu belaka. Padahal akal mempunyai keterbatasan dalam mencari hakekat hidup. Naudubillahi mindzalik. Baca juga Peperangan Menyengsarakan Rakyat !